D MUBAYYAN 1.Pengertian Mubayyan adalah mengeluarkan sesuatu lafadz dari kerancuan dan tidak adanya arti yang dapat dipahami, sampai artinya menjadi jelas dan bisa dipahami dengan menggunakan dalil-dalil yang bisa menunjukkan pada arti yang dikehendaki. 2.Dilihat dari kejelasan maknanya Mubayyan dibagi menjadi 2 bentuk : Dalam ilmu nahwu dan syariat Islam, terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam mengklasifikasikan perintah atau hukum syariat, yaitu mujmal dan mubayyan. Mujmal adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah perintah atau hukum yang bersifat umum atau tidak terperinci. Perintah atau hukum mujmal ini memiliki arti yang luas sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut agar dapat diaplikasikan dengan benar. Contoh dari perintah mujmal adalah “Laksanakanlah shalat”, “Berpuasalah”, atau “Berinfaklah”. Sementara itu, mubayyan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah perintah atau hukum yang bersifat khusus atau terperinci. Perintah atau hukum mubayyan ini memberikan penjelasan yang jelas dan rinci mengenai tata cara atau kriteria yang harus dipenuhi agar perintah atau hukum tersebut dapat dilaksanakan dengan benar. Contoh dari perintah mubayyan adalah “Shalatlah empat rakaat sebelum shalat zuhur”, “Puasalah sejak terbit fajar sampai terbenam matahari”, atau “Infakkanlah sebesar sepersepuluh dari harta yang kamu miliki”. Macam-macam mubayyan yang sering digunakan dalam hukum Islam antara lain Mubayyan bi al-ma’na perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan atau arti tertentu. Contohnya adalah perintah untuk berpuasa pada bulan bi al-adad perintah atau hukum yang diberikan dengan keterangan angka atau jumlah tertentu. Contohnya adalah perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam bi al-waqti perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan mengenai waktu tertentu atau kondisi tertentu. Contohnya adalah perintah untuk melaksanakan shalat subuh ketika fajar mulai bi al-maujud perintah atau hukum yang diberikan dengan penjelasan mengenai benda atau objek tertentu. Contohnya adalah perintah untuk menyembelih hewan tertentu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Klasifikasi Mubayyan. a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur’an Surat An Nisa’ 4 176, يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “ mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah Katakanlah “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An Nisa’ 4 176 Dalam praktiknya, pemahaman mengenai perintah mujmal dan mubayyan dalam hukum Islam sangat penting agar kita dapat menjalankan ajaran Islam dengan benar dan meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Demikianlah penjelasan mengenai pengertian mujmal, mubayyan, dan macam-macam mubayyan dalam hukum Islam. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi kita dalam mengaplikasikan ajaran Islam secara benar dan meraih keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Terima kasih. Dengankata lain, hadits 'Aisyah RA bahwa batas akhir sahur adalah adzan Shubuh masih mujmal (global). Hadits ini kemudian diperjelas dengan hadits Abu Hurairah RA sebagai mubayyan (penjelas yang detail dari mujmal) yang masih membolehkan sahur ketika adzan Shubuh.

Uploaded bySYAFAATUR RAHMAH 0% found this document useful 0 votes755 views5 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes755 views5 pagesMateri 5 Mujmal Dan MubayyanUploaded bySYAFAATUR RAHMAH Full descriptionJump to Page You are on page 1of 5Search inside document You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.

Zamakhsyari (w. 538 H) fatwa adalah penjelasan hukum syara' tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang atau kelompok. Menurut as-Syatibi, 2 (mujmal) dan ada pula yang terperinci (mubayyan). Ada yang bersifat pasti dan terperinci (qath'i) yang tidak mungkin untuk dikembangkan lagi,
A. Mujmal. Pengertian Mujmal. Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafadh yang global, masih membutuhkan penjelasan bayan atau penafsiran tafsir. Seperti pada Al-Qur'an Surat An Nur ayat 56, yang masih memerlukan penjelasan tentang tatacara الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “ dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” QS. An Nur 56 Kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum jelas karena tidak diketahui tata caranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tata caranya. Dan Kata ”menunaikan zakat” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya. B. Mubayyan. 1. Pengertian Mubayyan. Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadh yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. Al Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal. 2. Klasifikasi Mubayyan. a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur'an Surat An Nisa’ 4 176, يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “ mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah Katakanlah "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An Nisa’ 4 176 Lafazh “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan “Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak.” b. Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal. C. Macam-macam Mubayyan. 1. Bayan Perkataan. Penjelasan dengan perkataan bayan bil qaul, contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196 وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ” dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung terhalang oleh musuh atau karena sakit, Maka sembelihlah korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu ia bercukur, Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah merasa aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji di dalam bulan haji, wajiblah ia menyembelih korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu, Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. demikian itu kewajiban membayar fidyah bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah. dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” QS. Al Baqarah ayat 196 Ayat tersebut merupakan bayan penjelasan terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban mengganti korban menyembelih binatang bagi orang-orang yang tidak menemukan binatang sembelihan atau tidak mampu. 2. Bayan Perbuatan. Penjelasan dengan perbuatan bayan fi’li Contohnya Rasulullah Saw melakukan perbuatan-perbuatan yang menjelaskan cara-cara berwudhu yakni memulai dengan yang kanan, batas-batas yang dibasuh, Rasulullah Saw mempraktekkan cara-cara haji, shalat dan sebagainya. 3. Bayan Isyarat. Penjelasan dengan perkataan dan perbuatan sekaligus Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 43وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ “…dan dirikanlah shalat…” QS. Al-Baqarah 43 Perintah mendirikan shalat tersebut masih kalimat global mujmal yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara shalat yang dimaksud, maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” HR Bukhari. 4. Bayan dengan Tulisan. Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara menulis surat Rasulullah mendiktekannya, kemudian ditulis oleh para Sahabat dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau. 5. Bayan dengan Isyarat. Penjelasan dengan isyarat contohnya seperti penjelasan tentang hitungan hari dalam satu bulan, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara isyarat, yaitu beliau mengangkat kesepuluh jarinya dua kali dan sembilan jari pada yang ketiga kalinya, yang maksudnya dua puluh sembilan hari. 6. Bayan dengan Meninggalkan Perbuatan. Penjelasan dengan meninggalkan perbuatan contohnya seperti Qunut pada shalat. Qunut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam waktu yang relatif lama, yaitu kurang lebih satu bulan kemudian beliau meninggalkannya. 7. Bayan dengan Taqrir/tidak Melarang/Diam. Penjelasan dengan diam taqrir. Yaitu ketika Rasulullah Saw melihat suatu kejadian, atau Rasulullah Saw mendengar suatu penuturan kejadian tetapi Rasulullah Saw mendiamkannya tidak mengomentari atau memberi isyarat melarang, itu artinya Rasulullah Saw tidak melarangnya. Kalau Rasulullah Saw diam tidak menjawab suatu pertanyaan, itu artinya Rasulullah Saw masih menunggu turunnya wahyu untuk menjawabnya. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian mujmal, mubayyan, klasifikasi mubayyan dan macam-macam Mubayyan. Sumber Buku Fiqih Ushul Fiqih Kelas XII MA. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin. Seseorangbaru disebut mujtahid jika ia memiliki perbendaharaan yang cukup tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks yang 'Amm dan Khashsh, Muthlaq dan Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan, Nasikh dan Mansukh, mengetahui bahwa suatu hadits termasuk yang Mutawatir atau Ahad, Mursal atau Muttashil, 'Adalah para
Uploaded byMiftah Bae Wis 0% found this document useful 0 votes321 views3 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes321 views3 pagesMujmal Dan MubayyanUploaded byMiftah Bae Wis Full descriptionJump to Page You are on page 1of 3Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
assalamualaikumwarahmatullahi wa barakatuh kami dari kelompok 15 akan menjelaskan tentang mujmal dan mubayyan kami minta maaf jika ada kesalahan pengucapan Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Di dunia barat banyak berdiskusitentang wanita Islam . Mereka bicara tentang Wanita Muslim yang harus Berkerudung,Kedudukan, hak hak seorang Wanita Muslim ,tentang Poligami dan tentang arti Wanita Islam dalam Agama . Secara ringkasnya pertanyaan mereka adalah dan wanita punya hak yang samadalam Islam? pembagian tugas antara pria dan wanita dalam keluarga? 3. Apa peran seorang Wanita Muslim sebagai ibu rumah tangga ? 4. Apakah kewajiban agama juga berlaku untuk seorang wanita? 5. Dapatkah seorang wanita Muslim memilih suaminya sendiri? arti mas kawin dalam Islam? 7 Dapatkah seorang Wanita Muslim menikah dengan non Muslim? izin berpoligami dalam Islam ? seorang Wanita Muslim tidak boleh mempunyai beberapa suami ? 10. Bolehkan seorang pria Muslim memukul istrinya? 11. Bolehkah seorang Wanita Muslim minta diceraikan ? 12 Apa yang terjadi dengan anak nya jika terjadi perceraian ? 13 Mengapa Wanita Muslim mengenakan jilbab? 14 Apakah seorang Wanita Muslim berhak untuk menjangkau pendidikan setinggi mungkin dan bekerja sesuai dengan Pendidikannya? seorang Wanita Muslim berhak mendapat Waris ? arti Validitas kesaksian seorang perempuan dalam hukum Islam? seorang wanita Muslim pergi ke masjid? arti Pemisahan antar Laki dan Wanita Segresi gender dalam Islam? para wanita berdoa di belakang barisan laki-laki? seorang gadis Muslim memiliki hubungan yang intim dengan anak laki-laki? seorang anak perempuan Muslim menikuti pelajaran senam dan pelajaran renang ? seorang wanita Muslim diperiksa , diobati oleh dokter laki-laki? seorang wanita Muslim untuk mengambil tindakan untuk mencegah kehamilan Pil Anti Baby ? aborsi diperbolehkan dalam Islam? pendapat Ajaran Islam tentang adopsi? Pertanyaan Pertanyaan iniselalu di ajukan di Masyarakat di Barat yang di perincikan dalam dari satu bukuberbahasa Jerman . Sebagai umat Islam dalam menangapi pertanyaan ini harus bertindak intelektual , sebab mereka di dunia barat yang berkebudayaan lain , kebanyakan tidak tahu dan tidak mengerti tentang pertanyaan ini dengan baik akan menghilangkan Prasanka yang jelek tentang Wanita Islam. Lihat Sosbud Selengkapnya
Dalamhubungannya dengan Mubayyan , maka dapat kita pahami ada tiga hal disini. Pertama adanya lafaz yang mujmal yang memerlukan penjelasan atau disebut Mubayan (yang dijelaskan). Kedua ada lafaz lain yang menjelaskan lafaz yang Mujmal tadi atau disebut Mubayyin (yang menjelaskan. Dan yang ketiga adanya penjelasana atau disebut Bayan.
YOGYAKARTA— Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan pembaruan sosial yang berbasis nilai-nilai keagamaan Islam. Muhammadiyah mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah, serta berasas Islam.” Bagi Muhammadiyah, Al Quran dan As Sunah merupakan pedoman utama dalam ajaran Islam. Metode ini disebut dengan bayani, kembali pada teks otoritatif. “Seluruh persoalan, baik persoalan lama yang telah dibahas para ulama, maupun persoalan yang baru muncul, semuanya harus kembali merujuk Al Quran dan as Sunah. Metode ini kemudian disebut dengan bayani,” ucap Ghoffar Ismail dalam kajian di Masjid Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta UMY pada Rabu 28/09. Ketika berbicara bayani, secara umum berarti berbicara tentang teks al Quran dan al Sunah. Salah satu metode dalam mengambil makna dari kedua teks tersebut ialah Mujmal dan Mubayyan. Menurut Ghoffar, Mujmal berarti teks yang masih global sehingga maknanya sangat multi-interpretatif. Teks semacam ini memerlukan teks di luar dirinya untuk menjelaskan hal-hal yang lebih detail dan jelas. Penjelas dari teks yang masih Mujmal inilah yang disebut dengan Mubayyan. “Mujmal adalah teks yang masih global, bayan adalah penjelasannya. Mengapa perlu dikaji, karena tidak mungkin kita hanya berpedoman pada satu teks, melainkan harus dilihat secara induktif yaitu mengumpulkan seluruh teks terkait untuk diambil maknanya,” tutur anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini. Ghoffar memberikan contoh Mujmal dan Mubayyan. Dalam Al Quran disebutkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Perintah ini masih bersifat mujmal, sehingga membutuhkan penjelasan mubayyan terkait bagaimana teknis pelaksanaan salat dan zakat itu. Hal semacam ini dijelaskan secara detail dalam hadis-hadis Nabi Saw. “Jika hanya mengandalkan Al Quran, tidak mungkin sebuah amalan dilakukan dengan baik. Maka kita membutuhkan teks lain yaitu hadis yang perannya sebagai penjelas. Karenanya, dalam memahami ajaran Islam, tidak cukup hanya bermodalkan satu teks saja,” tegas Ghoffar. Hits 1268 2 Mahir dalam hukum2 Al-Qur'an, yakni diketahui lebih dahulu mana di antara ayat Al-Qur'an yang umum sifatnya, yg khusus, yang mujmal, yang mubayyan, yang muthlaq, yg muqoyyad, yang nasikh, yang mansuukh, yang muhakkam, yang mutasyaabi h dll ( harus mengetahui dan menguasai Ushuul Fiqh)
Quran and hadith is the source of Islamic Law, which the each used Arabic. So, to understand Islamic Law's from Quran and hadith, must be understand about grammar language in the Arabic grammar and some of sentence in the Arabic text to find the meaning. One of the way to find the meaning from sentence's of the Arabic text is Ushul Fiqh Approach. Kind of sentence in the Arabic text discussing here are al-Mujmal and Al-Mubayyan. By understanding those, we understand to Islamic law's in Quran and Hadith as good and right until we can accomplish it by believe. Keywords Al-Mujmal, Al-Mubayyan and Ushul Fiqh ABSTRAK Quran dan hadits adalah sumber hukum Islam, yang masing-masing digunakan arabic. Jadi, untuk memahami hukum Islam dari Quran dan hadits, harus memahami kaidah bahasa dalam tata bahasa Arab dan beberapa kalimat dalam teks Arab untuk menemukan makna yang dimaksud. Salah satu cara untuk menemukan makna dari kalimat dari teks Arab adalah dengan pendekatan Ushul Fiqh. Dan Salah satu kalimat dalam teks Arab adalah al-mujmal dan Al-Mubayyan. Dengan akan tahu ini, kita memahami hukum Islam di Quran dan Hadis sebagai baik dan benar sampai kita bisa mencapainya dengan keyakinan Kata kunci Al-Mujmal, Al-Mubayyan and Ushul Fiqh PENDAHULUAN Ushul fiqh sebagai ilmu mengandung nilai atau berguna untuk memperoleh hukum syara' tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang ushul fiqh yang demikian itu masih sangat diperlukan, bahkan dapat dikatakan "inilah kegunaan pokoknya". Karena meskipun para ulama terdahulu telah berusaha mengeluarkan hukum dalam berbagai persoalan, namun dengan perubahan dan perkembangan zaman, demikian pula dengan bervariasinya lingkungan alam dan kondisi sosial di berbagai daerah-adalah faktor yang sangat memungkinkan sebagai penyebab timbulnya persoalan-persoalan baru yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam al-Qur'an dan as-Sunnah dan belum pernah terpikirkan oleh para ulama terdahulu. Untuk dapat mengeluarkan ketetapan hukum persoalan-persoalan baru tersebut, seseorang harus mengetahui kaidah-kaidah dan mampu menerapkannya pada dalil-dalilnya.
Sehinggayang wajib bagi seorang muslim adalah mengambil seluruh hadits-hadits dan menafsirkan hadits yang mujmal dengan yang mubayyan. Dan Allah yang memberi taufiq. Beliau shalat empat raka'at, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau itu. Kemudian beliau shalat empat raka'at, jangan engkau tanya tentang bagus Secara etimologis, lafadz Mujmal berarti al-jam' plural. Secara terminologis, adalah sesuatu yang menunjukkan lebih dari satu madlûl maksud, tanpa adanya pengistimewaan satu atas yang lainnya, dimana madlûl maksud-nya memerlukan penjelasan. Dikatakan "sesuatu yang menunjukkan" dan tidak dikatakan "lafadz yang menunjukkan" karena Mujmal tidak hanya berkaitan dengan lafadz, tetapi juga perbuatan. Ini jelas berbeda dengan 'Am- Khâsh atau Muthlaq-Muqayyad, yang masing-masing berkaitan dengan lafadz. Dikatakan "lebih dari satu madlûl maksud" karena dengan begitu deskripsi tersebut akan mengeluarkan lafadz mutlak yang hanya menunjukkan satu madlûl maksud, seperti Raqabah -yang hanya berarti budak, selain orang merdeka- sementara lafadz Sulthân -yang bisa berarti hujah dan penguasa- telah menunjukkan lebih dari satu madlûl maksud, dan karenanya disebut Mujmal. Dikatakan "tanpa adanya pengistimewaan satu atas yang lainnya" agar bisa mengeluarkan lafadz yang salah satu madlûl maksud-nya diunggulkan atas yang lain, seperti Haqîqah dan Majâz atau Dalâlah Iqtidhâ' yang dipalingkan dari konotasi kalimat berita menjadi thalab. Dikatakan "madlûl maksud-nya memerlukan penjelasan" agar bisa mengenyahkan lafadz umum dari deskripsi, karena sekalipun lafadz tersebut meliputi jenis derivatnya, namun ia tidak memerlukan penjelasan. Berbeda dengan Mujmal, yang memang memerlukan penjelasan. Misalnya, al-'ayn mata yang khasiatnya untuk melihat, adalah lafadz umum. Bukan lagi lafadz Mujmal, karena tidak perlu penjelasan, atau qarînah untuk menentukan maksudnya. Berbeda jika dikatakan apa komentar anda tentang al-'ayn? Dalam konteks pertanyaan ini, lafadz al-'ayn adalah Mujmal, karena pertanyaan tersebut tidak mungkin dijawab, kecuali setelah diberi penjelasan atau keterangan dengan qarînah lain. Melalui batasan di atas, maka konteks Mujmal bisa meliputi dua aspek, perbuatan dan perkataan, atau bahasa verbal dan lisan. Dalam konteks yang pertama, bahasa verbal, tidak ada lafadz, sementara dalam bahasa lisan terdapat lafadz. Karena itu, Mujmal meliputi keduanya, lafadz dan perbuatan. Dengan demikian, istilah shîghat yang berkonotasi struktur harfiah, tidak berlaku dalam konteks Mujmal-Mubayyan. Maka, setelah menganalisis nas-nas syara', khususnya al-Qur’an, konteks Mujmal -sebagaimana konotasi yang telah dideskripsikan di atas- mempunyai bentuk sebagai berikut 1. lafadz Musyratak Musytarak adalah kata yang mempunyai lebih dari satu makna. Lafadz Musytarak ini merupakan lafadz Mujmal yang membutuhkan penjelasan, melalui salah satu madlûl maksud-nya. Misalnya, lafadz Quru' dalam firman Allah } َﺔَﺛَﻼَﺛ ﱠﻦِﻬِﺴُﻔْﻧَﺄِﺑ َﻦْﺼﱠﺑَﺮَﺘَﻳ ُﺕﺎَﻘﱠﻠَﻄُﻤْﻟﺍَﻭ ٍءﻭُﺮُﻗ { Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali Qurû'. al-Baqarah 228 adalah lafadz Mujmal, yang mempunyai konotasi suci dan haid, sebab masih memerlukan penjelasan melalui sejumlah indikasi qarînah. 2. Lafadz Murakkab adalah lafadz yang terbentuk lebih dari satu lafadz. Lafadz Murakkab ini merupakan lafadz Mujmal jika konotasinya memunculkan spekulasi lebih dari satu maksud; dimana untuk menentukannya perlu penjelasan. Misalnya, lafadz al-Ladzî biyadih[i] 'uqdat[u] an-nikâh orang yang di tangannya memegang otoritas tali perkawinan dalam firman Allah } َﻮُﻔْﻌَﻳ ْﻭَﺃ ِﺡﺎَﻜﱢﻨﻟﺍ ُﺓَﺪْﻘُﻋ ِﻩِﺪَﻴِﺑ ﻱِﺬﱠﻟﺍ { Atau dima`afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah. al- Baqarah 238 adalah lafadz Mujmal, yang mempunyai konotasi suami atau wali pihak perempuan. 3. kata ganti dhamîr yang merujuk lebih pada satu arah Kata ganti dhamîr yang merujuk lebih pada satu rujukan mudhmar minhu yang sederajat -karena memerlukan penjelasan melalui sejumlah indikasi lain- maka bisa disebut lafadz Mujmal. Misalnya, firman Allah } َﻛ ْﻦَﻣ ُﻢ ِﻠَﻜْﻟﺍ ُﺪَﻌ ْﺼَﻳ ِﻪ ْﻴَﻟِﺇ ﺎ ًﻌﻴِﻤَﺟ ُﺓﱠﺰ ِﻌْﻟﺍ ِﻪﱠﻠِﻠَﻓ َﺓﱠﺰِﻌْﻟﺍ ُﺪﻳِﺮُﻳ َﻥﺎ ُﺢِﻟﺎﱠﺼﻟﺍ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍَﻭ ُﺐﱢﻴﱠﻄﻟﺍ ُﻪُﻌَﻓْﺮَﻳ { Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal kebajikan dinaikkan-Nya. Fâthir 10 Frasa Yarfa'uh[u] menaikannya terbentuk dari lafadz yarfa'[u] menaikkan dan h[u] nya. Dalam hal ini, kata ganti dhamîr h[u] nya -yang merupakan kata ganti laki-laki pihak ketiga tunggal- bisa merujuk kepada lafadz al-'amal as-shâlih amal kebajikan atau al-kalim[u] at-thayyib[u] perkataan-perkataan yang baik. Jika merujuk kepada lafadz al-'amal as-shâlih amal kebajikan berarti konotasinya adalah Allah akan mengangkat al-'amal as-shâlih amal kebajikan tersebut, dalam arti menerimanya. Jika merujuk kepada lafadz al-kalim[u] at-thayyib[u] perkataan-perkataan yang baik, berarti konotasinya adalah amal kebajikan tersebut akan mengangkat al-kalim[u] at-thayyib[u] perkataan- perkataan yang baik tadi kepada Allah. Dua konotasi ini, sama-sama benarnya atau sederajat. 4. spekulasi berhenti waqf dan mulai juga mengundang spekulasi maksud makna. Karena itu, ini juga merupakan bentuk Mujmal. Misalnya, firman Allah } َﻳ ﺎَﻣَﻭ ﺍ ﱠﻻِﺇ ُﻪَﻠﻳِﻭْﺄَﺗ ُﻢَﻠْﻌ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﻮُﺨِﺳﺍﱠﺮﻟﺍَﻭ ُﻪﱠﻠﻟ { Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya.. Ali 'Imrân 7 Berhenti setelah masing-masing bacaan Allâh, atau bacaan wa ar-râsikhûna fî al-'ilm[i] akan mempunyai implikasi maksud yang berbeda. Jika berhenti pada bacaan Allâh, konotasinya hanya Allah yang Maha Mengetahui takwil ayat-ayat Mutasyâbihât tersebut. Jika berhenti pada bacaan wa ar- râsikhûna fî al-'ilm[i], berarti konotasinya Allah dan orang- orang yang mendalam ilmunya sama-sama mengetahui takwil ayat-ayat Mutasyâbihât tersebut. Masing-masing, baik waqf maupun bermula -dengan masing-masing implikasi konotatifnya- memerlukan penjelasan dari indikasi yang lain. Konteks seperti ini juga bisa disebut Mujmal. 5. ambiguitas makna yang digunakan itu bisa saja terjadi karena lafadznya itu sendiri mubham kabur, tidak jelas maksud dan maknanya bagi pihak yang dikenai seruan al-mukhâthab, kecuali dengan penjelasan sebagai tafsir atas ambiguitasnya, atau melalui sejumlah indikasi lain. Misalnya, firman Allah } ﻲِﻓ ْﻢُﻜﻴِﺘْﻔُﻳ ُﻪﱠﻠﻟﺍ ِﻞُﻗ َﻚَﻧﻮُﺘْﻔَﺘْﺴَﻳ ِﺔَﻟَﻼَﻜْﻟﺍ َﺲْﻴَﻟ َﻚَﻠَﻫ ٌﺅُﺮْﻣﺍ ِﻥِﺇ َﻳ ْﻢَﻟ ْﻥِﺇ ﺎَﻬُﺛِﺮَﻳ َﻮُﻫَﻭ َﻙَﺮَﺗ ﺎَﻣ ُﻒْﺼِﻧ ﺎَﻬَﻠَﻓ ٌﺖْﺧُﺃ ُﻪَﻟَﻭ ٌﺪَﻟَﻭ ُﻪَﻟ ْﻦُﻜ ﺍﻮُﻧﺎ َﻛ ْﻥِﺇَﻭ َﻙَﺮَﺗ ﺎﱠﻤِﻣ ِﻥﺎَﺜُﻠﱡﺜﻟﺍ ﺎَﻤُﻬَﻠَﻓ ِﻦْﻴَﺘَﻨْﺛﺍ ﺎَﺘَﻧﺎَﻛ ْﻥِﺈَﻓ ٌﺪَﻟَﻭ ﺎَﻬَﻟ ْﻢ ُﻜَﻟ ُﻪ ﱠﻠﻟﺍ ُﻦﱢﻴَﺒُﻳ ِﻦْﻴَﻴَﺜْﻧُﻷﺍ ﱢﻆَﺣ ُﻞْﺜِﻣ ِﺮَﻛﱠﺬﻠِﻠَﻓ ًءﺎَﺴِﻧَﻭ ًﻻﺎَﺟِﺭ ًﺓَﻮْﺧِﺇ ٌﻢﻴِﻠَﻋ ٍءْﻲَﺷ ﱢﻞُﻜِﺑ ُﻪﱠﻠﻟﺍَﻭ ﺍﻮﱡﻠِﻀَﺗ ْﻥَﺃ { 155 Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki- laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara- saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki- laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. an-Nisâ' 176 Lafadz Kalâlah adalah lafadz Mujmal, dan masih memerlukan penjelasan, yang kemudian maksudnya dijelaskan oleh Allah SWT. dalam ayat yang sama. 6. lafadz Manqûl yang dimaksud di sini adalah lafadz yang mengalami pengalihmaknaan dari konteks kebahasaan haqîqah lughawiyyah kepada konteks syara' haqîqah syar'iyyah. Di lihat dari aspek pengalihmaknaan lafadz tersebut, dari satu konteks kepada konteks lain, sehingga mempunyai implikasi makna A atau B, bisa dikatakan bahwa lafadz tersebut merupakan lafadz Mujmal yang masih memerlukan penjelasan. Misalnya » ِﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ِﺔَﺤِﺗﺎَﻓ ِﺓَءﺍَﺮِﻘِﺑ ﱠﻻِﺇ َﺓَﻼَﺻ َﻻ Tidak sah suatu shalat, kecuali dengan membaca Fâtihah al-Kitâb surat al-Fâtihah. at-Tirmîdzi dari Abû Hurairah Lafadz Shalât dalam konteks hadits ini adalah lafadz 'Umûm, karena berbentuk ism an-Nakirah dalam struktur kalimat negatif. Lafadz shalât di sini bisa diaplikasikan untuk semua kasus shalat, sehingga tidak sah shalat apapun kecuali dengan membaca surat al-Fâtihah. Ini jelas berbeda dengan lafadz Shalât dalam firman Allah } ﺍﻮُﻤْﻴِﻗَﺃَﻭ َﺓَﻼﱠﺼﻟﺍ { Dan dirikanlah shalat. Yûnus 87 yang merupakan lafadz Mujmal, karena masih memerlukan penjelasan, baik melalui perkataan maupun perbuatan Rasulullah saw. mengenai tatacaranya. Misalnya, bagaimana Rasulullah mengajarkan cara shalat kepada kaum Muslim, dan bagaimana beliau shalat di depan mereka, agar mereka mengikuti tatacara shalat seperti shalat beliau. Mengenai Mubayyan, atau sesuatu yang dijelaskan, adalah bentuk Mujmal yang disertai penjelasan, baik secara terpisah maupun tidak. Dengan demikian, jika bentuk Mujmal tersebut telah hilang ambiguitasnya, kemudian maknanya menjadi jelas atau madlûl yang digunakannya telah dimenangkan, berarti bentuk tersebut menjadi Mubayyan. Karena itu, bentuk Mubayyan tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 1. perkataan Mubayyan dalam bentuk perkataan ini, misalnya bisa dicontohkan dalam firman Allah } ﺎًﻋﻭُﺰَﺟ ﱡﺮﱠﺸﻟﺍ ُﻪﱠﺴَﻣ ﺍَﺫِﺇ ~ َﺨْﻟﺍ ُﻪﱠﺴَﻣ ﺍَﺫِﺇَﻭ ﺎًﻋﻮُﻨَﻣ ُﺮْﻴ { Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. al-Ma'ârij 20-21 yang merupakan Bayân Qawlî terhadap kemujmalan lafadz Halû'[an] dalam firman-Nya } ﻮُﻠَﻫ َﻖِﻠُﺧ َﻥﺎَﺴْﻧِﻹﺍ ﱠﻥِﺇ ﺎًﻋ { Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. al-Ma'ârij 19 2. perbuatan Mubayyan dalam bentuk perbuatan ini, misalnya bisa dicontohkan dalam konteks penjelasan Rasul » ْﻢُﻜَﻜِﺳﺎَﻨَﻣ ﺍﻭُﺬُﺧْﺄَﺘِﻟ Hendaknya kalian mengambil tatacara ibadah haji kalian dariku. Muslim dari Jâbir yang merupakan Bayân Fi'lî terhadap kemujmalan perintah haji. 3. perkataan dan perbuatan Mubayyan dalam bentuk perkataan dan perbuatan ini, bisa terjadi 1 jika masing-masing perkataan dan perbuatan tersebut konteks maksudnya sama-sama layak untuk menjelaskan maksud kemujmalan seruan pembuat syartiat; dimana satu sama lain bisa saling menguatkan maksudnya. Misalnya ketika Rasul menjelaskan tatacara shalat dengan perbuatan beliau, kemudian diikuti dengan pernyataan beliau » ﻲﱢﻠَﺻُﺃ ﻲِﻧﻮُﻤُﺘْﻳَﺃَﺭ ﺎَﻤَﻛ ﺍﻮﱡﻠَﺻَﻭ Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. Bukhâri dari Mâlik Maka, masing-masing hadits tersebut merupakan Bayân Fi'lî dan Qawlî terhadap kemujmalan perintah shalat. 2 jika masing-masing berbeda konteks penunjukan maksudnya, maka masing-masing tidak bisa menjadi penjelasan, kecuali setelah melalui analisis usul terhadap kedua konteks dalil tersebut, baik untuk dikompromikan ataupun diunggulkan salah satunya. Penjelasan mengenai hal ini secara lebih rinci dalam pembahasan tarjîh, dalam bab berikutnya. Hanya sekedar contoh, dalam hal ini bisa diambil hadits Nabi, yang beliau nyatakan setelah turunnya ayat haji » َﻃ ْﻒ ُﻄَﻴْﻠَﻓ ٍﺓَﺮ ْﻤُﻋ ﻰ َﻟِﺇ ﺎﺠَﺣ َﻥِﺮَﻗ ْﻦَﻣ ﻰَﻌ ْﺴَﻳَﻭ ﺍًﺪ ِﺣﺍَﻭ ﺎ ًﻓﺍَﻮ ﺍًﺪِﺣﺍَﻭ ﺎًﻴْﻌَﺳ Siapa saja yang menyertakan haji dengan umrah, hendaknya thawaf sekali, dan sa'i sekali. at-Tirmîdzi Namun, ada riwayat lain mengenai perbuatan Rasul, bahwa beliau pernah haji dan umrah, namun tidak hanya thawaf dan sa'i, masing-masing sekali. Beliau justru telah melakukannya masing-masing dua kali. 8 Maka untuk mengetahui hal ini, bisa dijelaskan sebagai berikut a- jika diketahui, bahwa yang terdahulu adalah penjelasan lisan, maka penjelasan lisan tersebut adalah yang dikehendaki. Artinya, thawaf dan sa'i, masing-masing hanya sekali, sementara tambahannya adalah sunah. b- jika diketahui, bahwa yang terdahulu adalah penjelasan verbal, maka penjelasan lisan itulah yang dikehendaki. Adapun tambahan yang terdapat dalam penjelasan verbal yang lebih dulu tadi; bisa jadi merupakan kekhususan bagi Rasul, jika disertai indikasi takhshîsh, dan bisa jadi tambahannya -yaitu thawaf dan sa'i lebih dari sekali- tadi dihapus dengan penjelasan lisan. Alasannya, karena konteks penunjukan makna penjelasan lisan bagi ummat Nabi saw. itu lebih kuat ketimbang penjelasan verbal beliau. c- jika tidak diketahui mana yang terdahulu, maka lebih baik penjelasan lisan dianggap lebih dulu. Sebab, tambahannya -sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasan verbal- dalam konteks ini adalah sunah. Jika dibalik, artinya penjelasan verbalnya lebih dahulu, berarti tambahannya ada kemungkinan telah dihapus, atau dikhususkan untuk Nabi. Sementara, bagi ummat Nabi saw. menggunakan dua dalil sekaligus, lebih baik ketimbang menggugurkan salah satunya. Mubayyan konteks yang dijelaskan pada dasarnya merupakan bentuk Mujmal yang disertai penjelasan, baik secara terpisah maupun tidak. Karena itu, Mubayyan -atau Mujmal yang disertai penjelasan- tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 1. Mubayyan Muttashil adalah bentuk Mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nas atau dalil. Misalnya, kemujmalan lafadz Kalâlah, telah dijelaskan dengan penjelasan yang terdapat dalam nas atau dalil yang sama. Allah berfirman } ِﺔَﻟَﻼَﻜْﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻢُﻜﻴِﺘْﻔُﻳ ُﻪﱠﻠﻟﺍ ِﻞُﻗ َﻚَﻧﻮُﺘْﻔَﺘْﺴَﻳ َﺲْﻴَﻟ َﻚَﻠَﻫ ٌﺅُﺮْﻣﺍ ِﻥِﺇ ٌﺪَﻟَﻭ ُﻪَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ْﻢَﻟ ْﻥِﺇ ﺎَﻬُﺛِﺮَﻳ َﻮُﻫَﻭ َﻙَﺮَﺗ ﺎَﻣ ُﻒْﺼِﻧ ﺎَﻬَﻠَﻓ ٌﺖْﺧُﺃ ُﻪَﻟَﻭ ﱡﺜﻟﺍ ﺎَﻤُﻬَﻠَﻓ ِﻦْﻴَﺘَﻨْﺛﺍ ﺎَﺘَﻧﺎَﻛ ْﻥِﺈَﻓ ٌﺪَﻟَﻭ ﺎَﻬَﻟ ﺍﻮُﻧﺎ َﻛ ْﻥِﺇَﻭ َﻙَﺮَﺗ ﺎﱠﻤِﻣ ِﻥﺎَﺜُﻠ ْﻢ ُﻜَﻟ ُﻪ ﱠﻠﻟﺍ ُﻦﱢﻴَﺒُﻳ ِﻦْﻴَﻴَﺜْﻧُﻷﺍ ﱢﻆَﺣ ُﻞْﺜِﻣ ِﺮَﻛﱠﺬﻠِﻠَﻓ ًءﺎَﺴِﻧَﻭ ًﻻﺎَﺟِﺭ ًﺓَﻮْﺧِﺇ ٌﻢﻴِﻠَﻋ ٍءْﻲَﺷ ﱢﻞُﻜِﺑ ُﻪﱠﻠﻟﺍَﻭ ﺍﻮﱡﻠِﻀَﺗ ْﻥَﺃ { Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki- laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara- saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki- laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. an-Nisâ' 176 160 Kalâlah adalah orang yang meninggal dunia, yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh 'Umar bin al-Khaththâb, seraya menyatakan » ُﻪَﻟ َﺪَﻟَﻭ َﻻ ْﻦَﻣ ُﺔَﻟَﻼَﻜْﻟَﺍ Kalâlah adalah orang yang tidak mempunyai 2. Mubayyan Munfashil adalah bentuk Mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nas atau dalil. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil Mujmal. Dalam hal ini, bisa berupa 1 al-Qur'an dengan al-Qur'an Dalil Mujmal al-Qur'an yang dijelaskan dengan penjelasan al-Qur'an, misalnya firman Allah } ﺍ ﱠﻻِﺇ ُﻪَﻠﻳِﻭْﺄَﺗ ُﻢَﻠْﻌَﻳ ﺎَﻣَﻭ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ ﻲِﻓ َﻥﻮُﺨِﺳﺍﱠﺮﻟﺍَﻭ ُﻪﱠﻠﻟ { Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya.. Ali 'Imrân 7 Allâh wa ar-râsikhûna fî al-'ilm[i] Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya adalah konteks Mujmal karena ambiguitas huruf Waw, yang bisa berkonotasi 'athaf kata penghubung, atau isti'nâf kata permulaan kalimat baru. Jika Waw tersebut dipercayai sebagai kata penghubung, maka konotasi kalimat tersebut adalah "hanya Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya yang mengetahui takwilnya", namun jika Waw tersebut dipercayai sebagai 9 Ibn Qudâmah, al­Mughnî, juz VI, hal. 168. Lihat, Rawwâs Qal'ah Jie, Mawsûah Fiq 'Umar ibn al­Khaththâb, Dâr an­Nafâ'is, Beirut, cet. V, 1997, hal. 747­748. kata permulaan kalimat baru, maka konotasinya adalah "hanya Allah yang mengetahui takwilnya, sedangkan orang-orang yang mendalam ilmunya -yang nota bene tidak mengetahuinya- mengatakan Kami beriman." Karena itu, ini diperlukan penjelasan. Dan, penjelasannya tidak terdapat dalam satu nas. Antara lain, firman Allah SWT } َﻠَﻋ ﺎَﻨْﻟﱠﺰَﻧَﻭ ٍءْﻲَﺷ ﱢﻞُﻜِﻟ ﺎًﻧﺎَﻴْﺒِﺗ َﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ َﻚْﻴ { Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab Al Qur'an untuk menjelaskan segala sesuatu. an-Nahl 89 Pernyataan Allah yang menyatakan, bahwa al-Qur'an adalah tibyân[an] likull[i] syay'[in] untuk menjelaskan segala sesuatu, dan ia diturunkan kepada manusia, menunjukkan bahwa tidak ada kandungan al-Qur'an yang tidak dapat difahami oleh manusia, termasuk di antaranya ayat-ayat Mutasyâbihât. Dengan demikian, ayat-ayat Mutasyâbihât tersebut tidak hanya diketahui oleh Allah, tetapi juga dapat difahami orang-orang yang ilmunya mendalam. Indikasi yang kedua, bahwa konteks pernyataan Allah Yaqulâna âmannâ mereka mengatakan beriman, juga menguatkan konotasi di atas. Sebab, untuk menyatakan beriman, tidak memerlukan ilmu yang mendalam. Artinya, orang biasa dengan kadar intelektual biasapun bisa mempunyai keimanan yang mendalam. Inilah yang juga dibuktikan oleh keimanan orang Arab Badui. Semuanya ini merupakan indikasi yang menguatkan penjelasan, bahwa Waw yang terdapat dalam nas di atas merupakan kata penghubung. Dengan demikian, penjelasan yang bisa digunakan untuk menjelaskan kemujmalan Allâh wa ar-râsikhûna fî al-'ilm[i] Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya adalah penjelasan melalui sejumlah indikasi sebagaimana yang dijelaskan di atas. Ini sekaligus menunjukkan, bahwa ini merupakan Mubayyan Munfashil, karena penjelasannya tidak terdapat dalam nas yang sama, melainkan dalam nas-nas lain. 2 al-Qur'an dengan as-Sunnah dalil Mujmal al-Qur'an yang dijelaskan dengan as-Sunnah, misalnya firman Allah } ْﻦِﻣ ْﻢُﺘْﻌَﻄَﺘْﺳﺍ ﺎَﻣ ْﻢُﻬَﻟ ﺍﻭﱡﺪِﻋَﺃَﻭ ٍﺓﱠﻮُﻗ { Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. al-Anfâl 60 Dalil ini dijelaskan dengan dalil lain, yaitu as-Sunnah » ِﻪ ﱠﻠﻟﺍ َﻝﻮ ُﺳَﺭ ُﺖْﻌِﻤ َﺳ r ُﻝﻮ ُﻘَﻳ ِﺮ َﺒْﻨِﻤْﻟﺍ ﻰ َﻠَﻋ َﻮ ُﻫَﻭ } ٍﺓﱠﻮُﻗ ْﻦِﻣ ْﻢُﺘْﻌَﻄَﺘْﺳﺍ ﺎَﻣ ْﻢُﻬَﻟ ﺍﻭﱡﺪِﻋَﺃَﻭ { ُﻲْﻣﱠﺮﻟﺍ َﺓﱠﻮُﻘْﻟﺍ ﱠﻥِﺇ َﻻََﺃ ُﻲْﻣﱠﺮﻟﺍ َﺓﱠﻮُﻘْﻟﺍ ﱠﻥِﺇ َﻻَﺃ ُﻲْﻣﱠﺮﻟﺍ َﺓﱠﻮُﻘْﻟﺍ ﱠﻥِﺇ َﻻَﺃ Saya 'Uqbah mendengar Rasulullah saw. bersabda -sementara beliau masih di atas mimbar- Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ingatlah, sesungguhnya kekuatan itu adalah panah. Ingatlah, sesungguhnya kekuatan f3h5hQc.
  • b6s259hqte.pages.dev/226
  • b6s259hqte.pages.dev/499
  • b6s259hqte.pages.dev/48
  • b6s259hqte.pages.dev/182
  • b6s259hqte.pages.dev/7
  • b6s259hqte.pages.dev/123
  • b6s259hqte.pages.dev/189
  • b6s259hqte.pages.dev/438
  • pertanyaan tentang mujmal dan mubayyan